Seks, Cinta dan Jakarta

Seks, Cinta dan Jakarta

19.03 0

Oleh A.A. Ariwibowo

Sepasang calon pengantin mengajukan pertanyaan seksi kepada konselor perkawinan, apa hubungan antara seks yang menggairahkan, cinta yang menggelegak, dan infrastruktur Jakarta yang mengenaskan para pemukimnya?

Konselor itu menjawab, ingatlah bahwa seks dimulai dari otak, sementara cinta diasalkan dari suasana romantis.

Baik seks maupun cinta memerlukan dukungan infrastruktur, yakni ruangan hangat, pencahayaan gemerlap, dan ruangan harum semerbak. Seks, cinta, dan Jakarta mengacu kepada satu kata: yahud!

Pasangan calon pengantin dapat membaca buku yahud tulisan Joel D. Block, PhD berjudul "Secrets of Better Sex" yang mengutarakan bahwa seks bukan sekedar hubungan badan antara pria dan badan wanita. Seks mengaitkan seluruh tubuh pria dan tubuh wanita.

Implikasinya, persetubuhan dan bukan persebadanan, menyiratkan makna saling melengkapi antara pria dan wanita. Ada kesetaraan.

Seks, cinta dan Jakarta, bukan semata-mata menyoal perlawanan antara pria dan wanita, membicarakan rakyat jelata Metropolitan melawan pejabat pemda Jakarta, mengkritik buruh melawan pemilik modal, menggugat petani versus tengkulak.

Seks, cinta dan Jakarta mengerucut kepada tesis bahwa semua soal ketidaksetaraan bersumber dari persoalan cinta dan seks.

Bukankah pertanyaan seputar sengkarut layanan publik Jakarta memperoleh jawaban klasik, "semua persoalan terpulang kepada manusianya"? Jawaban itu mengarah kepada generalisasi.

Maksudnya, apa yang beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu, dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisi yang sama terpenuhi. Dua kali seorang pria menyatakan "Aku cinta padamu" kepada buah hatinya, apakah kali ketiga ia akan mendeklarasikan kata-kata yang sama? Belum tentu.

Alasannya, simpulan "Aku cinta padamu" memuat harapan. Simpulan "Aku bergairah bersama dirimu" membubuhkan kepercayaan. Dengan kata lain, konklusi dua penalaran itu tidak mengandung nilai kebenaran pasti, karena hanya memuat peluang atau memampang kemungkinan belaka.

Meminjam artikulasi bahasa sehari-hari ketika seorang pria mendapat perhatian dari seorang wanita, "Jangan dulu gede rasa".

Ketika merekatkan seks, cinta, dan Jakarta, maka ada tiga gugatan yang menggiurkan rasa ingin tahu. Kalau kekuasaan pada hakekatnya adalah "hidup bersama orang lain" (the living together of people), maka pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur kota tampil sebagai syarat niscaya kekuasaan.

Kalau salah satu tugas lembaga pemerintahan, salah satunya memudahkan setiap warganya untuk menjalin komunikasi, maka kerusakan yang memilukan dari infrastruktur Jakarta mencerminkan ketiadaan legitimasi kekuasaan.

Kalau lembaga pemerintahan membiarkan ketidakberesan terus berlanjut, maka yang ada bukan lagi lembaga politik, tetapi lembaga yang mendominasi warganya.

Ujung-ujungnya kekuasaan dijalankan sebagai pemaksaan. Kekuasaan diterapkan sebagai tirani. Menurut filsuf Hannah Arendt, kekuasaan adalah apa yang menjaga ruang publik tetap ada. Kekuasaan hanya ada dalam perwujudannya. Kekuasaan dapat dipahami sebagai solidaritas politis para warga yang mempedulikan persoalan bersama.

Apakah bukan kesewenangan bahkan cenderung "tiran", apabila dalam sepekan, dua prasarana infrastruktur Jakarta nyatanya rusak, yaitu ambrolnya Jalan RE Martadinata sepanjang 100 meter, dan jebolnya tanggul penahan air banjir kanal barat (BKB) sepanjang 115 meter di Setiabudi Jakarta Selatan?

Apakah bukan peniadaan kesetaraan bila banjir diprediksi kembali menggenangi Jakarta akhir tahun 2010?. Ini didasari penelitian Badan Meteorologi Klimatologi dan Geografi (BMKG). Dua "apakah" itu dijawab Gubernur DKI, Fauzi Bowo dengan optimisme yang lahir dari rahim kebenaran dan kecintaan untuk "hidup bersama orang lain."

"Saya dilahirkan bukan sebagai orang yang pesimistis. Kami ditunjuk oleh rakyat Jakarta, karena itu berkewajiban untuk mencegah peristiwa itu terjadi," katanya di Balai Kota DKI, Jakarta, Senin (20/9).

Pemprov DKI mengantisipasi banjir dengan mengeruk sungai sejak tahun 2008-2009. Sebanyak 72 segmen kali yang kondisinya kritis berhasil dikeruk. Pada 2010, Pemprov DKI meneruskan program pengerukan terhadap enam segmen sungai di lima wilayah ibu kota.

Ini merupakan program unggulan dengan anggaran yang disediakan sekitar Rp20 miliar dari APBD DKI 2010. Ditargetkan pengerukan enam sungai dapat rampung akhir tahun 2010.

Jika program itu rampung, maka sudah 78 segmen sungai di lima wilayah DKI Jakarta yang dikeruk. Program ini bertujuan menampung aliran air hujan dan mengurangi dampak banjir di ibu kota.

Keenam segmen sungai yang saat ini dikeruk Dinas Pekerjaan Umum DKI pada 2010 ini terletak di Kali Grogol, Kali Ciliwung, Kali Penghubung Rawa Kerbau, Kali Penghubung Kesehatan, Saluran Serdang, dan Kali Krukut Bawah. Oke juga.

Ketika merespons ambrolnya jalan Martadinata, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Erwin Aksa mengatakan, "Harus dicari solusi secepatnya bersifat `extraordinary` untuk mengejar ketinggalan dan melemahnya daya saing industri nasional akibat buruknya insfrastruktur jalan," katanya seperti dikutip dari sebuah harian ekonomi nasional.

Dengan begitu, tesis bahwa kekuasaan intinya hidup bersama orang lain - ketika dikonfrontasikan dengan kerusakan infrastruktur Jakarta - dimaknai secara baru sebagai "tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan-pendekatan konvensional".

Yang luar biasa, pada kenyataannya, rakyat Indonesia masih miskin. Pendapatan satu dolar AS (kurang dari Rp9.000) per hari tidak mencukupi untuk memenuhi keburuhan sehari-hari. Inilah tirani baru dari kenyataan bagi rakyat.

Menurut Arendt, tirani merupakan bentuk pemerintahan yang mengombinasikan pemaksaan (force) dan ketidakkuasaan atau ketidakberdayaan (powerlessness). Tirani bertentangan dengan kondisi kemajemukan manusia.

Tirani menyebabkan impotensi kekuasaan. kalau aktivitas pemerintahan merupakan manifestasi kekuasaan, maka tiran merupakan penggerogotan kekuasaan dan penebaran benih kebencian bagi dirinya sendiri.

Apakah bukan tiran, bila halte transjakarta Koridor X yang belum dipakai sudah dalam kondisi memprihatinkan karena berbagai infrastrukturnya dirusak, dicuri bahkan dipreteli bagian-bagiannya yang dianggap oleh (para tiran) bernilai ekonomi?

Agar tidak dilabel sebagai tiran seks, tiran cinta dan tiran Jakarta, maka milikilah fantasi. Fantasi seks, fantasi cinta dan fantasi mengenai pembenahan infrastruktur Jakarta.

Alasannya, setiap orang punya `guilty pleasure`, sesuatu yang sangat Anda senangi, namun sebenarnya membuat Anda merasa bersalah saat menikmatinya, sebagaimana dikutip dari laman sebuah harian nasional.

Mengapa? Karena sesuatu yang Anda nikmati itu kadang-kadang bukanlah sesuatu yang baik. Misalnya, menghabiskan waktu senggang untuk tidur, mengonsumsi mi instan, nongkrong bareng teman, menikmati kopi pagi hari, dan pijat.

Sebuah studi pada tahun 2008 menunjukkan, para wanita mengaku bahwa dengan sesi pijat bersama pasangan sebanyak dua kali dalam seminggu dapat mengurangi rasa sakit, depresi, kegelisahan, dan rasa marah.

Dan sepasang calon pengantin mengamini bahwa inilah keajaiban dari cinta dan seks. Ini jauh dari tiran bernama infrastruktur Jakarta.

Film2 Karya Hanung Bramantyo di curigai sebagai wadah komunis untuk menhancurkan Islam lewat Film

Film2 Karya Hanung Bramantyo di curigai sebagai wadah komunis untuk menhancurkan Islam lewat Film

03.07 0
Wawancara dengan tokoh sastrawan Taufik Ismail.

Tampaknya bangsa ini tidak kapok-kapok dengan sepak terjang kaum Komunis yang telah membunuh 100 juta manusia di 76 negara seluruh dunia selama 74 tahun kekuasaannya (1917-1991), atau 1,350 juta orang pertahun atau 3.702 orang perhari, sebagaimana disebutkan Taufiq Ismail dalam bukunya “Katastrofi Mendunia, Marxisma, Leninisma, Stalinisma, Maoisma dan Narkoba”.

Sementara di Indonesia kaum Komunis telah dua kali menggerakkan kudeta (1948 dan 1965) yang akhirnya gagal total.

Meski tindakannya selalu brutal dan menghalalkan segala cara, ternyata masih ada manusia Indonesia yang menjadi pengagum Komunisme bahkan berusaha memperjuangkannya melalui film-film yang selama ini dibuatnya, seperti yang dilakukan sutradara muda, Hanung Bramantyo, suami aktris Zaskia Adya Mecca, yang merupakan istri keduanya setelah ribut di Pengadilan Agama dengan istri pertama. Adapun film garapan Hanung yang sangat kental bau Komunisnya sekaligus Sepilis (Sekularis, Pluralis dan Liberalis) serta menghina Islam adalah Perempuan Berkalung Sorban (PBS). Saking kagumnya dengan Komunis, sampai-sampai ringtone hand phone Hanung bernada lagu khas Gerwani PKI, Genjer-Genjer. Hanung juga pernah membuat film yang sangat kental bau komunisnya, Lentera Merah, kalau diplesetkan menjadi Tentara Merah.

Film yang dibintangi aktris Revalina S Temat (Annisa) tersebut diambil dari Novel PBS karya Abidah El Khaleqy. Novel PBS sebelumnya mendapat penghargaan dari The Ford Foundation, sebuah NGO yang memperjuangkan faham Sepilis dan dikendalikan kaum Zionis Yahudi AS. Film tersebut mengisahkan kebobrokan pesantren dan kiyainya. Pesantren dan kiyainya dicitrakan kotor, sumber penyakit, sangat bengis, mudah main pukul, mengekang perempuan, mengekang hak berpendapat, menempatkan perempuan pada martabat yang rendah, suka main bakar buku-buku komunisme, suka main hukuman rajam secara serampangan dan sebagainya.

Dikisahkan, seorang santriwati yang juga putri kiyai pesantren, Annisa, dan tinggal di kompleks pesantren, frustasi karena ulah suaminya yang juga anak seorang kiyai yang sering melakukan kekerasan, akhirnya memutuskan untuk kembali dalam pelukan mantan pacarnya, Khudori, seorang alumnus sebuah perguruan tinggi di Kairo, Mesir. Bahkan Annisa yang sudah kebelet, mengajak Khudori untuk melakukan adegan ranjang di sebuah kandang kuda di pesantren tersebut, padahal kandang itu penuh dengan kotoran kuda. “Zinahi aku…Zinahi aku…!”, desak Annisa kepada Khudori sambil melepaskan jilbab dan pakaiannya satu persatu.

Ketika kedua insan lain jenis dan bukan suami istri tersebut sedang melakukan perzinahan, akhirnya datang rombongan santri dan suami Annisa mengerebeknya. Lalu keduanya mendapat hukuman rajam dengan dilempari batu oleh para santri. Lemparan batu baru berhenti setelah ibu Annisa berteriak sambil mengatakan, “ yang boleh melempar batu hanya orang yang tidak pernah melakukan dosa!”, padahal tidak ada orang yang tidak pernah melakukan dosa. Kata-kata dari ibu Annisa ini jelas mengutip dari cerita Kristen dari Kitab Injil, dimana dikisahkan seorang pelacur, Magdalena, dihukum rajam dengan dilempari batu. Kemudian datang Nabi Isa (Yesus) untuk menyelamatkannya dengan mengatakan, “yang boleh merajam hanya yang tidak punya dosa”. Jadi selain berbau Sepilis dan Komunis, film PBS juga beraroma Kristiani dan berusaha menghancurkan Islam lewat pintu budaya melalui film.

Jelas dengan menampilkan hukuman rajam yang sebenarnya tidak ada dalam novel aslinya, Karl “Hanung” Mark ingin mengajak masyarakat Indonesia untuk membenci syariat Islam dan pesantren, sebab sejak dulu pesantren merupakan basis terkemuka dalam melawan gerakan PKI di Indonesia. Padahal itu hanya utopia dirinya sendiri, sebab selama ini belum pernah ada satupun pesantren di Indonesia yang melakukan hukuman rajam kepada santrinya yang melakukan perzinahan. Seolah-olah pesantren merupakan negara dalam negara dengan menegakkan hukumnya sendiri. Jelas ini merupakan distorsi terhadap hukum Islam dan upaya mengadu domba umat Islam dengan pemerintah. Dengan membuat film PBS, sesungguhnya Karl “Hanung” Mark telah melakukan anarkhisme psikis, yakni melakukan penyerangan secara psikis terhadap umat Islam dan pesantren sebagai salah satu simbol Islam di Indonesia. Karena dendam terhadap pesantren yang telah berjasa menghancurkan PKI, maka Hanung menyalurkan perlawanannya lewat film PBS. Hanung dengan sengaja telah menebar virus ganas Sepilis dalam film, tujuannya untuk menimbulkan citra buruk terhadap Islam dan umatnya sambil menebalkan kantong koceknya.

Sebagaimana dalam film Lentera Merah, dalam film PBS Karl “Hanung” Mark all-out mendukung Komunisme alias PKI isme. Terbukti dalam film PBS ada adegan pembakaran buku-buku karya Karl Mark dan sastrawan kiri Pramoedya Ananta Toer seperti Bumi Manusia, oleh para santri di lingkungan pesantren. Padahal dalam novel aslinya, jalan cerita tersebut tidak ada sama sekali. Bahkan buku-buku karangan Pramoedya seperti Bumi Manusia dan Anak Segala Bangsa sepertinya dijadikan bacaan wajib bagi Annisa dan para santri lainnya. Hal ini menunjukkan Hanung selain pengagum Karl Mark juga pengagum Pramoedya. Padahal banyak sastrawan sekaliber Pramoedya dan karya-karyanya malah lebih bermutu seperti Buya Hamka. Mengapa Hanung tidak menjadikan buku-buku Buya Hamba sebagai bacaan wajib bagi Annisa dan para santri lainnya, justru buku sastrawan yang pernah menghuni penjara di Pulau Buru itu dijadikan bacaan wajib.

Dengan demikian, sudah sangat jelas dalam film PBS terdapat motif ideologi Komunis yang dimaksudkan untuk memperjuangkan kembali tegaknya Komunisme di Indonesia meski dalam bentuk lain. Hanung mafhum betul bahwa satu-satunya jalan untuk mengembalikan ajaran Komunisme di Indonesia adalah mendiskreditkan ajaran Islam dan umatnya, dimana sasaran pertamanya adalah pondok pesantren yang selama ini menjadi basis kaum Nahdhiyyin dengan memojokkan para kiyai NU.
Adapun sasaran berikutnya adalah mendiskreditkan para pemimpin Islam di Muhammadiyah. Sebab kedua Ormas Islam ini mempunyai pengikut terbesar di Indonesia. Maka tidaklah mengherankan jika Hanung akan meluncurkan film KH Ahmad Dahlan “Sang Pencerah” tepat pada pelaksaan Muktamar Muhammadiyah ke 46 di Jogjakarta 2-8 Juli ini. Namun anehnya justru para pemimpin Muhammadiyah tidak curiga sama sekali akan sepak terjang Hanung selama ini yang selalu mendiskreditkan Islam dan para pemimpin Islam seperti dalam film PBS. Sekarang sudah terbukti, pemeran utama sebagai KH Ahmad Dahlan dalam film “Sang Pencerah” adalah Lukman Sardi, putra seorang komponis muslim dan pemain biola kawakan Idris Sardi namun sekarang telah murtad dari Islam dan menjadi Kristen. Bayangkan, seorang ulama besar pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan kok diperankan oleh seorang murtad, jelas ini suatu penghinaan terang-terangan terhadap Islam dan Muhammadiyah itu sendiri. Apa Ketua Umum dan 12 Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang terpilih dalam Muktamar nanti tidak malu ketika melihat pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan dilecehkan dan direndahkan pribadi dan martabatnya oleh Karl “Hanung” Mark ?

Berikut ini wawancara Tabloid Suara Islam dengan sastrawan, budayawan dan penyair kawakan yang telah melahirkan banyak karya lagu Islami dari Bimbo serta putra seorang ulama besar dari Pekalongan KH Ghofar Ismail, Taufiq Ismail, seputar film Perempuan Berkalung Sorban (PBS).


Pak Taufiq, anda sudah menonton film Perempuan Berkalung Sorban ?

Saya sudah nonton PBS.

Bagaimana kesan Pak Taufiq ?

Belum pernah selama saya ini menonton film, berapa puluh tahun lamanya, berapa ratus judul banyaknya, kalau dihitung-hitung sejak masa kanak-kanak dulu, berapa ya, sejak 63, 64 tahun lebih yang silam, belum pernah saya merasa dihina dan dilecehkan seperti sesudah menonton film Hanung ini.

Lho, kok sampai begitu, ya Pak ? Dihina ?

Ya ! Di dalam film itu, semua pesantren dan semua Kiyai jelek. Situasi pesantren kumuh, Kiyai-kiyai dengan keluarga digambarkan buruk. Kelakuan tak terpuji. Terasa fikiran utama yang mendasari pembuat film ini adalah spirit mencari cacat, membuka noda, memberi tahu penonton, ini lho yang reyot-reyot, yang sakit-sakit, yang pincang-pincang dari ummat Islam, tontonlah. Begitu.

Apakah ini film pertama yang Pak Taufiq tonton, yang terkesan menghina Islam ?

Tentu saja bukan yang pertama. Banyak film yang melecehkan ummat Islam, langsung tidak langsung, kentara dan tidak kentara. Tapi film-film itu dibuat di negeri lain, oleh orang-orang bukan Islam, dan memang dengan niat culas. Nah, PBS ini dibuat di dalam negeri, oleh sutradara bangsa sendiri. Ternyata niatnya sama juga. Culas.

Bagaimana kita bisa tahu bahwa niatnya culas ?

Kalau niat Hanung baik, misalkan terhadap yang buruk-buruk itu dia mau mengeritik secara konstruktif, maka dia akan berikan perbandingan pesantren yang rapi indah, tidak kumuh dan dia tonjolkan tokoh Kiyai yang berwibawa, yang memancarkan sinar seperti lambang Muhammadiyah. Itu tak dilakukannya.

Pak Taufiq, bagaimana jalan cerita film Perempuan Berkalung Sorban itu, yang novel aslinya ditulis Abidah El Khaliqy ?

Wah, saya tidak mau jadi petugas humas Hanung itu, menjelas-jelaskan jalan cerita filmnya untuk pembaca. Buat apa? Itu bukan kerja saya. Anda sebagai wartawan, tuliskan sendiri ringkasan ceritanya. Itu tugas anda. Mengingatnya saja sudah muak saya.

Sudah sedemikian tidak nyamannya perasaan Pak Taufiq ?

Bukan saja tak nyaman. Muak. Mual. Anak muda ini mau menunjukkan dirinya kreatif, super-liberal, berfikiran luas, tapi dengan mendedahkan kekurangan-kekurangan dan cacat-cela ummat, yang dilakukannya dengan senang hati. Bahkan mengarang-ngarang hal yang tidak ada.

Misalnya bagaimana ?

Misalnya diada-adakannya adegan rajam. Di pesantren tidak ada hukuman rajam terhadap pelaku zina seperti fantasi dalam kepala Hanung itu. Kemudian tokoh Nyai, isteri Kiyai lewat dialog memberi komentar tentang hal itu dengan mengutip Injil tentang Maria Magdalena. Apa hubungannya itu? Kenapa harus diambil dari khazanah Kristen? Pengambilan khazanah Kristen bisa saja, tapi baru masuk akal kalau sebelumnya ada pendahuluan reasoning, ada pemaparan logikanya. Ini tidak ada. Mendadak saja, ujug-ujug, kata orang Pekalongan. Kentara betul Hanung mau tampak hebat, memperagakan luas horison pandangannya. Sok betul. Sombong.

Apakah di novel aslinya ada adegan rajam itu ?

Mboten wonten, Mas. Tidak ada. Di sini terjadi improvisasi sutradara. Dan ini improvisasi yang kurang ajar. Maaf keras betul kalimat saya. Maaf. Di bagian ini Hanung tidak minta permisi pada novelis Abidah El Khaliqy, tidak amit-amit. Dia main terjang saja. Dia tidak kenal etik.

Apakah penambahan jalan cerita atau improvisasi harus izin novelisnya ?

Tidak harus begitu. Tergantung bentuk kontrak juga. Tapi sebagai sesama seniman dalam kreasi karya bersama begini, paling tidak harus ada diskusi. Diskusi tersebut dalam hal ini tidak ada.

Tidak ada ? Bagaimana Pak Taufiq tahu ?

Saya pernah tanya Abidah. Mereka pernah ada diskusi tentang esensi cerita, mengenai feminisme, tentang kehidupan pesantren, tetapi mengenai rajam tidak ada. Lalu…

Lalu bagaimana, Pak Taufiq ?

Lalu dia tabrak saja, jebret, bikin adegan rajam. Lantas fantasi dusta berikutnya yang menyolok adalah adegan pembakaran buku di pesantren itu. Di novel Abidah tak ada adegan pembakaran buku. Abidah lebih logis dan tidak sok seperti Hanung.

Seingat saya pembakaran buku pengarang-pengarang anti komunis dilakukan PKI dan ormas-ormasnya di tahun 1964 atau 1965, betul Pak ?

Betul sekali. Nah, di pesantren itu, di kelompok santri, ada diskusi buku. Dibicarakan tentang pengarang yang tertindas, ditahan tanpa diadili, tapi tetap kreatif, tetap menulis buku. Yang dimaksud adalah Pramudya Ananta Tur. Diperlihatkan kulit buku novel Bumi Manusia, yang dilemparkan ke dalam unggun. Adegan ini dibikin-bikin, dan bodoh betul.

Maksudnya ?

Pertama, adegan ini dalam novel tak ada. Jadi ini keluar dari otak Hanung sendiri, tanpa permisi novelisnya. Kedua, kalau dia betul-betul anak Muhammadiyah, maka pengarang yang tertindas, ditahan tanpa diadili 2,5 tahun, tapi tetap kreatif, menulis buku, maka pengarang itu adalah Buya Hamka. Bukan Pramudya. Yang wajib disebut adalah Buya Hamka. Hanung ini, yang mengaku-ngaku anak Muhammadiyah, ternyata buta sejarah perjuangan tokoh besar Muhammadiyah ini. Karya luar biasa Buya Hamka tersebut adalah Tafsir Al Qur’an Al-Azhar, yang dirampungkannya dalam tahanan, selesai 30 juz, dikagumi seluruh dunia Islam.

Kalau begitu Hanung keliru besar, menokohkan Pram dalam hal ini ?

Sangat keliru ! Tapi memang pada dasarnya dia kekiri-kirian, mode anak muda zaman kini, tidak sadar mengangkat diri sendiri jadi agen muda Palu Arit. Lagi-lagi Hanung rabun sastra: Pramudya tahun 50-an 60-an dalam karya-karyanya sinis terhadap orang sholat, benci kepada haji. Tokoh-tokoh haji dalam novel-novelnya buruk semua: mindring, kaya, bakhil, membungakan uang. Tapi di luar ini semua, menjelang meninggalnya, tanda-tanda menunjukkan Pramudya khusnul khatimah. Alhamdulillah. Mudah-mudahanlah Pram beroleh hidayah. Allah berbuat sekehendak-Nya.

Kembali kepada rasa tidak nyaman Pak Taufiq tadi…

Lebih dari tidak nyaman. Muak. Mual.

Silakan kalimat penutup, Pak.

Saya merasa dihina dan dilecehkan oleh film Perempuan Berkalung Sorban, disutradarai Hanung Bramantyo, yang menistakan lembaga pesantren dan tokoh Kyai, waratsatul anbiya, berlindung di balik topeng kebebasan kreasi dengan sejumlah improvisasi yang bodoh dalam semangat super-liberal. Para aktivis seni Marxis-Leninis-Stalinis-Maois saja di tahun 50-an 60-an tidak ada yang bisa membuat film pelecehan pesantren dan Kiyai seperti yang dilakukan Hanung di abad 21 ini. Kalau dia sudah beredar lima dasawarsa yang lalu, maka Hanung Bramantyo bagus diusulkan mendapat Bintang Joseph Stalin atau Anugerah Dipa Nusantara Aidit.***

Sumber asli :http://aqse.multiply.com/journal/item/460/hanung_kau_keterlaluan_pesantren_dan_kyai_begitu_kau_burukkan.html
Waduh, Vokalis Zivilia Pernah Suruh Istri Jadi PSK

Waduh, Vokalis Zivilia Pernah Suruh Istri Jadi PSK

04.45 0

                    Zulkifli (Foto: Netralstudio.blogspot.com)

JAKARTA - Zulkifli, vokalis band Zivilia tak hanya menjadi tersangka atas tuduhan menelantarkan anak dan istri. Pelantun hits "Aishiteru" ini juga dituduh pernah memaksa istrinya menjadi pekerja seks komersil.

"Selain pasal penelantaran yang tercantum dalam undang-undang KDRT, Zul juga dituduh melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Vokalis Zivilia itu menyuruh istrinya menjadi lonte atau pekerja seks komersil (PSK)," ungkap kuasa hukum istri Zul, Baron Harahap saat dihubungi okezone via ponselnya, Sabtu (18/9/2010).

Tuduhan itu, lanjut Baron, berdasarkan pesan singkat yang ditujukan Zul -panggilan akrab Zulkifli-kepada istrinya, Fhilia.

"Dasarnya itu via SMS dan saya masih simpan SMS-nya. Pernah suatu saat istrinya disuruh datang ke Jakarta malah disuruh jadi tukang pijat," bebernya.

Fhilia sendiri sudah memberikan keterangan atas laporannya yang menuduh Zul menelantarkan anak dan dirinya. Wanita yang dinikahi Zul sejak 2001 itu sudah bulat mengambil jalur hukum dan belum mau berdamai.

"Kalau damai untuk sementara tidak. Karena tidak ada itikad baik dari dia, apalagi karena ini soal merendahkan martabat perempuan," pungkasnya.

Pembakaran Alquran Bahayakan Tentara ASPembakaran Alquran Bahayakan Tentara AS

Pembakaran Alquran Bahayakan Tentara ASPembakaran Alquran Bahayakan Tentara AS

21.04 0

MIAMI -- Komandan militer AS di Afghanistan, Jenderal David Petraeus, mengingatkan sebuah gereja kecil di Florida yang berencana melakukan pembakaran Alquran pada hari peringatan serangan 11 September mendatang. Rencana itu dianggap Petraus bakal membahayakan keselamatan tentara AS.

Peringatan Petraus yang disampaikan, kemarin, juga diikuti dengan aksi protes oleh beberapa ratus orang di ibu kota Afghanistan, Kabul. Para pengunjuk rasa meneriakkan "Matilah Amerika!" mengutuk pembakaran yang direncanakan oleh Gainesville, Gereja Dove World Outreach Centre yang berbasis di Florida.

Laman milik gereja itu menyebutkan bahwa mereka berusaha untuk mengekspos Islam sebagai agama kekerasan dan menindas. Laman tersebut juga menampilkan tanda bertuliskan "Islam of the Devil"
"Itu bisa membahayakan pasukan dan bisa membahayakan usaha secara keseluruhan," kata Jenderal David Petraeus, komandan AS dan NATO di Afghanistan, dalam sebuah pernyataan yang dikutip Reuters.

Sedangkan Letnan Jenderal William Caldwell, komandan Pelatihan Misi NATO di Afghanistan, mengatakan kepada CNN bahwa pemberitaan tentang pembakaran Alquran yang direncanakan oleh gereja di Florida itu telah memicu kemarahan rakyat Afghanistan.

"Ini Kitab Suci mereka, sehingga ketika seseorang mengatakan bahwa mereka akan menghancurkan itu dan menyebabkan penodaan terhadap sesuatu yang sangat suci bagi mereka, hal itu telah menimbulkan banyak perdebatan dan kekhawatiran di kalangan masyarakat," katanya.

"Kami merasa bahwa ini bisa membahayakan keselamatan pasukan kita dan para wanita yang bertugas di sini," tambah Caldwell.

Di Kabul, para demonstran sebagian besar adalah siswa dari sekolah-sekolah agama yang berkumpul di luar masjid Milad ul-Nabi di Kabul. Mereka pun mengancam akan melanjutkan protes. "Kami meminta Amerika untuk berhenti menodai Alquran Suci kita," seorang mahasiswa bernama Wahidullah Nori kepada Reuters.(jpnn)