JAKARTA, TRIBUN — Pengamat politik, Bima Arya Sugiarto, mengatakan, manuver Susilo Bambang Yudhoyono dan Partai Demokrat pada Pemilu 2009 ini tak hanya untuk kepentingan lima tahun ke depan. Presiden yang masih menjabat itu, menurut Bima, tengah menjalankan strategi untuk kelangsungan Demokrat jangka panjang. Salah satunya dengan meredam popularitas PDI Perjuangan dan menghambat perkembangan Golkar.
"Kita terjebak membaca manuver SBY hanya dalam konteks Pemilu 2009. SBY menentukan koalisi, bukan hanya untuk pemilu presiden. Saya yakin dia berpikir jangka panjang hingga 10-15 tahun ke depan. Ini kelebihan SBY dibandingkan kandidat lainnya," ujar Bima, Senin (25/5) di Jakarta.
Pilihan SBY kepada Boediono pun, menurut dia, dalam rangka kepentingan politik Demokrat pada 2014. Sosok Boediono dinilai sebagai figur yang tidak akan mengancam Demokrat. "Boediono tidak akan mengganggu skenario suksesi 2014, di mana SBY sudah menyiapkan putra mahkota," ujarnya.
Bima memaparkan, pendekatan Demokrat kepada PDI Perjuangan dengan menawarkan sejumlah konsesi posisi di pemerintahan merupakan bagian dari upaya meredupkan partai berlambang banteng moncong putih itu. "Kalau PDI-P takluk dan masuk ke pemerintahan, penolakan akan muncul dari internal dan PDI-P popularitasnya meredup pada tahun 2014," kata Bima.
Strategi yang dibaca Bima, SBY mendekati tokoh-tokoh senior PDI Perjuangan yang tidak akan mengancam posisi Demokrat lima tahun mendatang. Demikian pula dengan Golkar. Menurutnya, dengan tidak berkoalisi dengan Golkar, partai berlambang pohon beringin itu akan tersingkir dari lingkaran kekuasaan jika pasangan JK-Wiranto kalah dalam pertarungan.
"Golkar kalau berada di luar tidak akan berkembang karena terbiasa ada di dalam kekuasaan," katanya.
Meski demikian, Bima mengatakan, Demokrat harus melakukan rekrutmen secara masif untuk melahirkan tokoh dan politisi partai yang muda serta bisa menjadi tumpuan pada 2014.(*)