Kamis, 17 November 2005
Oleh: Hizbullah Mahmud *)
Di alam modern ini banyak para pakar muslim yang memahami ajaran islam yang bersumber dari Al Qur'an dan As Sunnah dengan cara modern pula. Namun sayang! Kebenaran yang dijadikan pegangan tersebut, justru meninggalkan kebenaran mutlak dan qoth'I dan menjadikan kebenaran semu dan relative sebagai gantinya.
Sejumlah ilmu alat seperti ilmu tafsir, ilmu hadits, ushul fiqh dan lain-lain yang menjadi sumber pendukung untuk memahami kedua sumber Islam ditinggalkan. Mereka memandang bahwa berbagai ilmu alat tersebut sudah tidak relevan lagi dijadikan pegangan, sebagai standard dalam memahami Al Qur'an dan As Sunnah, karena kondisi dan situasi dunia di zaman modern ini sudah bergeser dan berubah. Jadi Al Qur'an dan As Sunnah juga harus dipahami dengan cara modern yang penuh dengan kebebasan, bukan dengan cara kuno yang banyak ikatan.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka muncullah berbagai gagasan yang aneh-aneh dalam memahami Al Qur'an dan As Sunnah. Diantara gagasan tersebut adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Dawam Raharjo, bahwa Al Qur'an yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhamad melalui perantara Malaikat Jibril untuk seluruh umatnya itu bukan berbahasa Arab.
Tulisan Dawam ini bisa dibaca dalam buku "Dakwah Dan Perubahan Sosial" yang dikemukakan oleh Amrullah Achmad sebagai editor. Pada halaman 140 dinyatakan bahwa "Al Qur'an diturunkan bukan dengan bahasa Arab, tetapi bahasa yang dimengerti manusia".
Sedangkan Isa Bugis dalam Diktat Idul Fitri Kembali Hidup Menurut Sistem Zakat hal:19, mengatakan bahwa "Bahasa Al Qur'an itu bahasa Nur". Pada kesimpulannya keduanya mengingkari keberadaan Al Qur'an menggunakan bahasa Arab.
Untuk memperkuat pendiriannya bahwa Al Qur'an itu bukan berbahasa Arab Dawam Raharjo mengemukakan berbagai macam argumen, diantaranya adalah:
Dalam surat As Syura Ayat 7 "Qur'anan Arabiyan" yang berarti Al Qur'an Berbahasa Arab. Kemudian dalam surat As Syu'aara ayat 195 "Bilisanin Arabiyyin Mubin" yang berarti dengan bahasa Arab yang terang. Oleh beliau dita'wil atau dipalingkan pengertiannya sebagai berikut: "Istilah ini dimaksud sebagai bahasa yang dimengerti pada waktu itu yang kebetulan adalah bahasa Arab"
Menurut saya, beliau melanjutkan argumennya, bahasa Al Qur'an pada waktu itu bukan bahasa Arab seperti sekarang. Karena bahasa Arab yang ada sekarang sudah merupakan hasil perkembangan lebih lanjut. Bahasa Arab lain dengan bahasa Al Qur'an.
Begitulah argumen yang dikemukakan oleh sang profesor untuk memperkuat pendiriannya yang dinyatakan bahwa Al Qur'an itu bukan berbahasa Arab. Bila diteliti lebih jauh lagi ternyata argumen beliau mempunyai banyak kelemahan:
Dengan argumen seperti diatas orang dibuatnya menjadi bingung, sebab antara satu dengan yang lain menunjukkan pertentangan. Satu kalimat dinyatakan bahwa Al Qur'an bukan bahasa Arab, sedang pada kalimat lain dinyatakan bahwa Al Qur'an berbahasa Arab, meskipun dengan tambahan "Kebetulan". Ini satu kelemahan.
Dengan adanya ungkapan: "Bahasa Arab lain dengan bahasa Al Qur'an"' para ulama telah memahami tentang adanya Ketinggian Uslub yang digunakan Al Qur'an. Jadi bahasa yang digunakan Al Qur'an memang tidak sama dengan dengan Uslub yang digunakan dalam bahasa Arab harian, bahkan dengan bahasa Arab yang terdapat dalam As Sunnahpun berbeda.
Namun pengertian tersebut bukan berarti bahwa Al Qur'an bukan menggunakan bahasa Arab. Dalil yang dikemukakan diatas surat As Syura Ayat 7 dan As Syu'aara ayat 195 oleh para Ulama digunakan argumen bahwa Al Qur'an itu berbahasa Arab. Dalam hal ini para ulama mengambil arti dhahirnya sesuai dengan kaidah Usul Fiqh, tetapi kenapa oleh Prof Dawam Raharjo di takwil. Adakah dalil yang menunjukkan pertentangannya? Apabila tidak disinilah kelemahannya?
Dua ayat yang masing-masing berarti: "Qur'an berbahasa Arab" dan "Dengan bahasa Arab yang terang" yang terdapat dalam surat As Syura dan As Syu'aara telah sesuai dengan firman Allah berikut: Kami tidak mengutus seorang Rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. (QS Ibrahim : 4).
Perlu dipahami bahwa setiap Rasul yang diutus itu menggunakan bahasa kaumnya. Kaum yang dihadapi Muhamad sebagai Rasul Allah itu adalah bangsa Arab saat wahyu itu turun. Dengan demikian sesuai dengan ayat tersebut dan dua ayat yang kita dikemukakan terjemahnya tersebut, maka Al Qur'an itu berbahasa Arab. Jadi sudah sesuai.
Dengan demikian adanya takwil seperti yang dikemukakan oleh Prof M Dawam Raharjo terkesan ngawur dan asal-asalan.
Tegas hal itu bisa dikatakan sesat menyesatkan, karena hal ini tidak sesuai dengan petunjuk dan dalil dari Al Qur'an. Sedangkan kajian yang dikemukakan tidak memiliki disiplin ilmu yang mapan. Sehingga berakibat tidak memiliki nilai ilmiyah dan membingungkan umat. Bahkan menimbulkan pertentangan dengan dengan dalil tegas yang telah disepakati oleh para ulama.
Dalam buku "Haadir Alam Islami" karangan Dr Ali Gharisyah secara gamblang disebutkan bagaimana musuh-musuh islam senantiasa berusaha untuk memisahkan pengertian antara: Sejarah Islam dan sejarah bangsa Arab dan bahasa Arab dan bahasa Al Qur'an.
Hal ini dimaksudkan untuk melumpuhkan kekuatan islam dari dasarnya. Sebab apabila umat islam menerima pemisahan antara sejarah islam dan bangsa Arab, berarti telah kehilangan akar sejarah dalam pertumbuhannya yang telah diukir dan dibina oleh Nabi berikut para sahabatnya, kemudian dilanjutkan para Tabi'in dan Tabi'utabi'in.
Sisi lain untuk melumpuhkan kekuatan umat islam, diisukan adanya perbedaan bahasa Arab dan bahasa yang digunakan Al Qur'an, sebagaimana yang dikemukakan oleh Dawam Raharjo diatas.
Kenapa hal itu dapat terjadi justru muncul dari pakar muslim? Padahal hal itu dikonsepkan oleh musuh-musuh islam. Dengan disambutnya isu tersebut maka hancurlah kekuatan islam dari dalam. Karena akan hilangnya arah dan pegangan yang paling dasar untuk mengetahui dan memahami islam dari dasarnya. Apabila hal itu terjadi, lalu dengan bahasa apa umat islam harus mempelajari Al-Qur'an !!
Apabila Isa Bugis menyatakan bahwa Al Qur'an itu menggunakan bahasa Nur, maka kepada siapa umat islam harus belajar bahasa Nur. Disaat yang sama ada pakar muslim yang menyatakan bahwa Al Qur'an bukan bahasa Arab, tetapi beliu tidak menyebutkan dengan jelas bahasa apa yang dipakai dalam Al Qur'an. Semua ini tidak lain hanya membuat taskik (keraguan) kepada umat Islam, sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Orientalis dan musuh-musuh Islam yang lain.
Disinilah letak adanya penyimpangan dan kesesatan yang disebut para ulama sesat menyesatkan. Mudah-mudahan kita tetap waspada dan para pakar yang membuat isu sesat dapat menyadari dan mendapat petunjuk Allah. Amin.
*) Penulis adalah pengelola website al-ukhuwah.com dan Mahasiswa Universitas Al Azhar Kairo Fakultas Syari'ah Islamiyah. Tulisan ini disarikan dari buku "Meluruskan Pemikiran Pakar Muslim" karangan Ust Ahmad Husnan Lc.