Makassar (ANTARA News) - Negara super power, Amerika Serikat (AS) meminta dosen/guru Matematika asal Sulawesi Selatan untuk mengajar di negara itu menyusul sukses siswa SMP dan SMU dari daerah ini selalu tampil juara I pada lomba Matematika internasional.
"Amerika menawarkan agar Sulsel bisa memenuhi permintaannya itu dengan menyiapkan tenaga pengajar Matematika untuk mengajar di negara tersebut dengan gaji RP20 juta per bulan," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulsel, H Saggaf Saleh di Makassar, Selasa.
Pada Progress Report akhir tahun instansi tersebut yang disampaikan kepada Wartawan yang berposko di Kantor Gubernur Sulsel, Saggaf menambahkan, pemondokan, biaya makan dan fasilitas lainnya akan ditanggung pemerintah Amerika sepanjang tenaganya masih dibutuhkan untuk mengajar siswa sederajat SMP dan SMU di negara tersebut.
"Gaji dosen/guru matematika bisa ditabung di bank karena rumah, makan dan fasilitas pendukung kelancatan menagajar ditanggung pemerintah setempat," katanya.
Menurut Saggaf, dosen/guru matematika yang ada di Sulsel berpeluang menjadi tenaga pengajar di negara tersebut sebab `job order` sudah ada tinggal bagaimana pemerintah provinsi Sulsel menangkap kesempatan ini guna mememenuhi permintaan Amerika di bidang pengadaan tenaga pejabar untuk mata pelajaran tersebut.
Selain negara super power tersebut yang meminta tenaga pengajar Matematika, lanjutnnya, Australia juga sudah meminta guru Tataboga untuk mengajar di negeri Kanguru tersebut dengan gaji yang hamoir sama dengan gaji yang akan diterima Dosen yang mengajar di negara itu.
"Kami sudah menawarkan kepada Dosen Matematika di sejumlah Perguruan Tinggi di daerah ini untuk bekerja di Amerika sebagai tenaga pengajar bidang Matematika termasuk sejumlah SMU yang ada di Sulsel," katanya.
Peluang mengajar di Amerika maupun di Australia sangat terbuka bagi dosen/guru SMU untuk menularkan ilmunya di dua negara tersebut, ujarnya dan menambahkan, jika ada tenaga Dosen Matematika maupu Tataboga yang berminat akan disalurkan tahun depan ke negara tersebut yang menjanjikan upah yang cukup tinggi itu.
Selain kedua negara tersebut, lanjutnya, Brunai Darussalam, Timur Tengah dan sejumlah negara di kawasan Asia juga meminta tenaga kerja asal provinsi ini untuk menjadi pekerja di beberapa industri besar di negara ini.
Pada kinerja akhir tahun instansinya, Saggaf mengungkapkan, hingga Akhir Nopember 2008 sebanyak 2.356 orang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Sulsel dikirim ke sejumlah negara yang membutuhkan jasa TKI Sulsel untuk bekerja di sejumlah perusahaan industri, elektronik, perawat, perkebunan kelapa sawit seperti Malaysia, Arab, Hongkong, Tailand, Qatar dan Selandia Baru.
"Jumlah tersebut melebihi sasaran pengiriman TKI ke negara tersebut yang tahun ini ditargetkan 2.000 orang TKI namun kenyataannya yang dikirim melebihi dari kuota tersebut," katanya seraya menambahkan, pengiriman TKI asal Sulsel dilakukan bekerjasama Depnakertrans di Jakarta.
Mengenai masih banyaknya TKI asal provinsi ini yang menjadi TKI ilegal ke Malaysia, Saggaf yang mantan Sekretaris Daerah kabupaten Bone, Sulsel, menilai bahwa hal itu tidak bisa dibendung sebab mereka yang berangkat dari pelabuhan Parepare, sekitar 155 kilometer utara Makassar, menuju Nunukan, Kaltim dengan alasan menemui keluarganya.
Tetapi, dari Nunukan mereka `ditadah` calo yang memang sudah menjanjikan akan mempekerjakan TKI tersebut di negara bagian Malaysia Timur dengan cara menyeberangkannya ke tempat tujuan bekerja namun bukan TKI legal melainkan statusnya TKI ilegal sebab bukan pemerintah Sulsel atau daerah asalnya yang mengirimnya.
"Ada sekitar 20.000 TKI asal Sulsel yang bekerja sebagai buruh perkebunan di Malaysia dengan status TKI selundupan karena tidak dilengkapi dokumen TKI yang resmi," katanya.(*)