yang mewacanakan Indonesia akan keluar dari keanggotaan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro menyebutnya dilematis.
Indonesia memang produsen minyak, walaupun volume produksinya terus menurun, dan saat ini sektiar 1 juta barel per hari. Namun Indonesia juga menjadi salah satu negara konsumen minyak terbesar.
Ketika harga minyak dunia terus melambung, dan pekan
lalu mencapai rekor terbaru sebsar 138 dolar per barel, pihak OPEC senang-senang saja. Selaku produsen memang meraup dana besar jika harga naik. Sebaliknya, konsumen berharap harga tidak naik, sebab akan merana jika harga terus melonjak.
Persoalan lain, produksi minyak dan gas bumi Indonesia
menipis, produksi pun turun drastis sejak tahun 1995.
Puncak produksi antara tahun 1977-1978 dalam angka di
atas 1,65 juta barel per hari. Kemudian secara fluktuatif, grafis cenderung turun hingga di posisi 1,61 juta barel tahun 1995.
"Produksi minyak kit aturun secara alamiah sejak tahun 1995. Bedanya. kalau sebelumnya masih ada grafik naik turun, sedangkan dari tahun 1995 hingga 2007, penurunan drastis, dan tidak pernah naik," ujar Kepala Badan Pelaksana (BP) Kagiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi R Priyono di tempat yang sama.
Ada sejumlah kendala peningkatna produksi minyak bumi nasional. Dari kalangan internal pengeboran minyak, karena lapangan produksi sebagian besar, lebih dari 90 persen sudah tua berusia sektiar 100 tahun sehingga penurunan produksi 7-15 persen.
Instabilitas politik-ekonomi nasional yang dihantam krisis moneter tahun 1997, jatuhnya Soeharto tahun 1998, hingga pemerintahan berganti ke pada Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri, investasi ekplorasi dan produski tidak ada sama sekali. Barulah tahun 2004 investasi mulai bergairah.
Dari sisi eksternal, kata Priyono, Indonesia kalah dalam persaingan dari negara lain fiskal untuk menarik investasi migas, tumpang tindih lahan dan masalah lingkungan, birokrasi perizinan dan pembebasan lahan, hingga otonomi daerah yang kebablasan.
Dalam situasi kritis ini, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) mengembangkan energi baru, yakni coal bed methane (CBM) yakni gas yang didapati di antara rekahan-rekahan tambang batu bara. Cadangannya mencapati 453 trillion standard cubic feet (TSCF), jauh lebih besar dibandingkan cadangan gas bumi yakni 334,5 TSCF.
"Era minyak sudah surut, sekarang kita ganti dengan batu bara dan gas. Batu bara dan gas menjadi energi primadona dan paling murah yang berlimpah di negara kita," ujar Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro. (Persda Network/domu damians ambarita).
Sumber :http://www.kompas.com/read/xml/2008/06/09/13273079/tamatnya.era.minyak.bumi